Pembahasan Singkat Tentang Rangkuman Ushul Fiqh dan Kajian yang Termasuk Didalamnya
Sunday, January 1, 2017
Add Comment
Ushul Fiqh berasal dari dua kata, yaitu kata ushul yang merupakan bentuk jamak dari kata ashal dan kata ϔiqh. Kata Ashal, secara etimologi
diartikan sebagai “fondasi sesuatu, baik yang bersifat materi ataupun non-materi”.
Sementara menurut istilah atau secara terminologi, kata ashal mempunyai beberapa
arti, yaitu:
1. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama Ushul Fiqh bahwa ashal
dari wajibnya shalat lima waktu adalah ϐirman Allah SWT. dan Sunnah Rasul.
ϔiqh, secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan membutuhkan
pengerahan potensi akal
Ushul Fiqh adalah ilmu pengetahuan yang objeknya dalil hukum atau sumber hukum dengan
semua seluk beluknya, dan metode penggaliannya yang digunakan dalam mengeluarkan
hukum dari dalil-dalilnya dengan menertibkan dalil-dalil dan menilai kekuatan dalil-dalil tersebut.
Pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’ tersebut disebut Ilmu Ushul Fiqh
Muhammad al-Juhaili menyebutkan bahwa objek kajian Ushul Fiqh adalah
sebagai berikut:
Sumber-sumber hukum syara’, baik yang disepakati, seperti al-Qur’an dan Sunnah
maupun yang diperselisihkan, seperti istihsan dan mashlahah mursalah;
RANGKUMAN USHUL FIQH
Ushul Fiqh adalah ilmu pengetahuan yang objeknya dalil hukum atau sumber hukum dengan
semua seluk beluknya, dan metode penggaliannya yang digunakan dalam mengeluarkan
hukum dari dalil-dalilnya dengan menertibkan dalil-dalil dan menilai kekuatan dalil-dalil
tersebut.
Secara garis besar, objek kajian Ushul Fiqh ada tiga, yaitu: (1) Sumber hukum dengan
semua seluk beluknya; (2) Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian
hukum dari sumbernya; dan (3) Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath
dengan semua permasalahannya.
Tujuan yang hendak dicapai oleh ilmu Ushul Fiqh ialah untuk dapat menerapkan kaidah-
kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terperinci agar sampai kepada hukum-hukum
syara’ yang bersifat amali, yang ditunjuk oleh dalil-dalil itu. Sedangkan fungsi Ushul Fiqh
adalah: (1) Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan metodologi para
ulama mujtahid dalam menggali hukum; (2) Bagi seorang mujtahid dapat membuat ia
mampu menggali hukum syara’ secara tepat dan bagi orang awam supaya lebih mantap
dalam mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh para mujtahid; (3) Memberi bekal
untuk menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan oleh para
mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai persoalan baru; (4) Memelihara agama
dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil; (5) Menyusun kaidah-kaidah umum (asas
hukum) yang dapat dipakai untuk menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial
yang terus berkembang di masyarakat; (6) dan Mengetahui keunggulan dan kelemahan
para mujtahid, sejalan dengan dalil yang digunakan oleh mereka.
RANGKUMAN AL-QUR’AN
Sumber hukum Islam itu ada 4, yaitu al-Qur’an, al-Sunnah, ijma’ dan qiyas. Secara
etimologis, Al-Quran berarti bacaan atau apa yang tertulis padanya. Secara terminologis,
Al-Quran adalah kalam Allah berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW., dengan perantaraan Malaikat Jibril serta diriwayatkan secara mutawatir dan tertulis
dalam mushaf. Ada lima pokok isi kandungan Al-Qur’an, yaitu: (1) Tauhid; (2) Tuntunan
ibadah; (3) Janji dan ancaman; (4) Hukum; dan (5) sejarah orang-orang yang tinduk dan
mengingkari agama Allah. Dalam membuat hukum, al-Quran berpegang pada tiga prinsip,
yaitu: Tidak memberatkan atau menyusahkan; Tidak memperbanyak beban atau tuntutan;
dan Berangsur-angsur.
RANGKUMAN SUNNAH
Sunnah secara etimologi berarti cara yang dibiasakan atau cara yang terpuji, Sunnah lebih
umum disebut dengan hadis yang mempunyai beberapa arti secara etimologis, yaitu: Qarib,
artinya dekat, jadid artinya baru, dan khabar artinya berita atau warna. Sunah atau hadis
dapat dibedakan menjadi Qauliyah, Fi’liyah, dan Taqririyah. Sunnah Qauliyah, yang sering
dinamakan juga dengan khabar atau berita berupa perkataan Nabi SAW., yang didengar dan
disampaikan oleh seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain. Sunnah Fi’liyah, yaitu
setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW., yang diketahui dan disampaikan oleh para
sahabat kepada orang lain. Sunah Taqririyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang
dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi SAW, tetapi Nabi hanya diam dan tidak
menyegahnya. Tidak ada perbedaan pendapat jumhur ulama tentang sunah Rasul sebagai
sumber hukum yang kedua sesudah AL-Quran di dalam menetapkan suatu keputusan
hukum.
RANGKUMAN IJMA’
Sumber hukum Islam yang ketiga adalah ijma’. Pengertian ijma’ secara etimologi ada
dua macam, yaitu : Ijma’ berarti kesepakatan atau consensus; dan Ijma’ berarti tekad
atau niat, (ﺀﻲﺷ ﻰﻠﻋ ﻡﺰﻌﻟﺍ yaitu ketetapan hati untuk melakukan sesuatu. Ijma› mempunyai
enam syarat, yaitu: (1) Kesepakatan para mujtahid Islam; (2) Ijma’ harus merupakan hasil
kesepakatan seluruh mujtahid; (3) Hendakanya kesepakatan itu berasal dari seluruh ulama
mujtahid yang ada pada masa terjadinya maslah ϐiqihyah dan pembahasan hukumnya; (4)
Kesepakatan para mujtahid itu hendaknya harus terjadi sesudah Rasulullah SAW., wafat;
(5) Kesepakatan itu hendaknya dinyatakan masing-masing mujtahid dengan terang dan
tegas pada satu waktu; (6) Hendaknya kesepakatan para mujtahid di atas satu pendapat itu
benar-benar sepakat lahir dan batin, bukan formalnya saja. Ijma’ dapat dibedakan dalam
dua bagian, yaitu Ijma’ qath’i, yaitu suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan
hukum suatu masalah tanpa ada bantahan di antara mereka; dan Ijma’ sukuti, yaitu suatu
kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum.
RANGKUMAN QIYAS
Sumber hukum Islam yang keempat adalah qiyas. Menurut bahasa, qiyas artinya ukuran
atau mengukur, mengetahui ukuran sesuatu, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain.
Dengan demikian, qiyas diartikan mengukurkan sesuatu atas yang lain, agar diketahui
persamaan antara keduanya. Menurut istilah qiyas adalah Menggabungkan suatu pekerjaan
pada pekerjaan lain tentang hukumnya, karena kedua pekerjaan itu memiliki persamaan
sebab (illat) yang menyebabkan hukuman harus sama. Rukun qiyas ada 3, yaitu: ‘ashl,
far’un, illat, dan hukum. Qiyas terdiri dari 4 macam, yaitu: qiyas aula; qiyas musawi; qiyas
dalalah; dan qiyas shibhi;
Rukun Qiyas
a. Ashl (ﻞﺻﻷﺍ), menurut para ahli ushul ϐiqih, merupakan objek yang telah ditetapkan
hukumnya oleh ayat-ayat Al-Quran, hadis Rasulullah SAW., atau ijma›. Misalnya,
pengharaman wisky dengan mengqiyaskan kepada khamar; maka yang ashl itu
adalah khamar; yang telah ditetapkan hukumnya melalui nash. Menurut para ahli
ushul ϐiqih, khususnya dari kalangan mutakallimin, yang dikatakan Al-Ashl itu
adalah nash yang menentukan hukum, karena nash inilah yang dijadikan patokan
penentuan hukum furu›. Dalam kasus wisky yang diqiyaskan kepada khamar, maka
yang menjadi ashl menurut mereka adalah ayat 90 – 91 surat Al-Maidah.
b. Far’u ( ﻉﺮﻔﻟﺍ ), adalah objek yang akan ditentukan hukumnya, yang tidak ada nash atau
ijma’ yang tegas dalam menentukan hukumnya, seperti wisky dalam kasus di atas.
c. Illat ( ﺔﻠﻌﻟﺍ ), adalah sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukumnya, yang
tidak ada nash atau ijma’ yang tegas dalam menentukan hukumnya, seperti wisky
dalam kasus di atas.
d. Hukum, adalah sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukum, dalam kasus
khamar di atas illatnya adalah memabukkan
Macam-macam Qiyas
Qiyas itu dibagi menjadi 4 (empat), yaitu :
1) Qiyas Aula, yaitu suatu qiyas yang illat-nya mewajibkan adanya hukum ada yang
disamakan (mulhaq) dan mempunyai hukum yang lebih utama daripada tempat
menyamakannya (mulhaq bih). Misalnya, mengqiyaskan memukul kedua orang tua
dengan mengatakan “ah” kepadanya, yang tersebut dalam ϐirman Allah :
Artinya:”…janganlah kamu mengatakan “ah” kepada kedua orang tua …”
Mengatakan “ah” kepada ibu bapak dilarang karena illat-nya ialah menyakiti hati.
Oleh karena itu, memukul kedua ibu bapak tentu lebih dilarang, sebab di samping
menyakitkan hati juga menyakitkan jasmaninya. Illat larangan yang terdapat pada
mulhaq (yang disamakan) lebih berat daripada yang terdapat pada mulhaq bih.
Dengan demikian, larangan memukul kepada orang tua lebih keras daripada larangan
mengatakan “ah” kepadanya. Ushul Fiqh | 115
Sumber Hukum Islam
2) Qiyas Musawi, yaitu suatu qiyas yang illat-nya mewajibkan adanya hukum dan illat
hukum yang terdapat pada mulhaq-nya sama dengan illat hukum yang terdapat
pada mulhaq bih. Misalnya, merusak harta benda anak yatim mempunyai illat hukum
yang sama dengan memakan harta anak yatim, yakni sama-sama merusakkan harta.
Sedang makan harta anak yatim yang diharamkan, sebagaimana tercantum dalam
ϐirman Allah:
3) Qiyas dalalah, yakni suatu qiyas di mana illat yang ada pada mulhaq menunjukkan
hukum, tetapi tidak mewajibkan hukum padanya, seperti mengqiyaskan harta milik
anak kecil pada harta seorang dewasa dalam kewajibannya mengeluarkan zakat,
dengan illat bahwa seluruhnya adalah harta benda yang mempunyai sifat dapat
bertambah. Dalam masalah ini, Imam Abu Hanifah berpendapat lain, bahwa harta
benda anak yang belum dewasa tidak wajib dizakati lantaran diqiyaskan dengan
haji. Sebab, menunaikan ibadah haji itu tidak wajib bagi anak yang belum dewasa
(mukallaf).
4) Qiyas Syibhi, yakni suatu qiyas dimana mulhaq-nya dapat diqiyaskan pada dua
mulhaq bih, tetapi diqiyaskan dengan mulhaq bih yang mengandung banyak
persamaannya dengan mulhaq. Misalnya, seoerang hamba sahaya yang dirusakkan
oleh seseorang. Budak yang dirusakkan itu dapat diqiyaskan dengan orang merdeka
karena memang keduanya adalah sama-sama keturunan Adam dan dapat juga
diqiyaskan dengan harga benda, karena keduanya sama-sama dimiliki. Namun, budak
tersebut diqiyaskan dengan harta benda, yaitu sama-sama dapat diperjualbelikan,
dihadiahkan, diwariskan, dan sebagainya. Karena sahaya tersebut diqiyaskan dengan
harta benda, mak ahamba yang dirusakkan itu dapat diganti dengan nilainya.
0 Response to "Pembahasan Singkat Tentang Rangkuman Ushul Fiqh dan Kajian yang Termasuk Didalamnya"
Post a Comment