Safelink

Pembahasan Lengkap Tentang Tanggung Jawab Dalam Masyarakat Menurut Islam

Tentang Tanggung Jawab Dalam Masyarakat
Tentang Tanggung Jawab Dalam Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tanggung jawab adalah salah satu ajaran pokok dari agama. Bahwa Tuhan Maha Adil, maka setiap orang pasti akan mempertanggung jawabkan perbuatannya, sekecil apapun itu, dan akan mendapatkan balasan yang setimpal. Balasan bisa di terima kelak di akhirat, atau sekarang di dunia, atau bahkan dua-duanya, dibalas di dunia dan diakhirat.

Perilaku tanggung jawab harus diterapkan dimana saja kita berada karena ini merupakan sifat yang terpuji, oleh karena itu kita wajib bertanggung jawab atas segala bentuk apapun yang kita perbuat, entah itu perbuatan baik ataupun tidak. Bertanggung jawab berarti kita juga telah berlaku jujur.

Tanggung jawab kita sebagai manusia itu bermacam-macam mulai dari beribadah kepada Tuhan, sampai Kalifatullahi atau sebagai seorang pemimpin.
Maka dari itu kita sebagai manusia makhluk yang sempurna harus bersikap tanggung jawab dibidang apapun atau diprofesi apapun yang kita jalani agar semua yang kita lakukan mendapat Ridho dari Tuhan yang Maha Esa.

B.    Perumusan masalah
Untuk mempermudah, pemakalah merumuskan permasalahan sebagai berikut
1.      Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab ?
2.      Bagaimana penjelasan Q.S Al-An’am:70,Q.S An-Nisa’ dan Q.S Huud:117-119 ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui arti dari tanggung jawab
2.      Untuk mengetahui makna ayat al quran tentang tanggung jawab dalam masyarakat


BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian tanggung jawab
Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu(kalau ada terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dsb.)[1] Jadi, tanggung jawab adalah sikap seseorang  secara sadar, berani dan mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya.
Begitu pula hal nya dengan tanggung jawab terhadap pendidikan yaitu untuk mengantarkan para peserta didik agar lebih mengenal karakteristikk dirinya.

Q.S AL-AN’AM:70

وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا ۚ وَذَكِّرْ بِهِ أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَا يُؤْخَذْ مِنْهَا ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا ۖ لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ

70. Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama[485] mereka sebagai main-main dan senda gurau[486], dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at[487] selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.

Penjelasan:
Dalam bergaul dengan sesama manusia, seorang Mukmin bisa bertemu dengan banyak tipe dan sifat manusia yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut mengharuskan perbedaan pula dalam menyikapinya. Menghadapi orang yang taat dan berpegang teguh dengan Islan, tentu berbeda dengan menghadapi orang suka melecehkan Islam dan menjadikannya sebagai bahan ejekan dan olok-olokan.

Perkara inilah di antara yang dijelaskan oleh ayat ini. Umat Islam diberikan tuntunan bagaimana menghadapi orang-orang yang melecehkan Islam.

Menyikapi Orang yang Mempermainkan Agama
Allah SWT berfirman: Wa dzar al-ladzîna [i]ttakhadzû dînahum la’ib[an] wa lahw[an] (dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau).Khithâb atau seruan ayat ini ditujukan kepada Rasulullah SAW. Seruan itu berlaku juga untuk seluruh umatnya. Isi seruannya adalah perintah untuk meninggalkan orang-orang yang menjadikandînahum (agama mereka) sebagai la’ib[an] (main-main) dan lahw[an] (senda guru). Yang dimaksud dengan dînahum, sebagimana diterangkan al-Khazin, al-Alusi, dan para mufassir, adalah Islam. Dikatakan agama mereka karena Islam merupakan agama yangdiperintahkan dan dibebankan atas mereka.

Sedangkan menjadikan Islam sebagai ‘la’ib[an] dan lahw[an], menurut al-Qurthubi adalah istihzâ[an] (mengolok-olok) terhadap agama tersebut. Tak jauh berbeda, al-Khazin juga memaknainya sebagai perbuatan yang meremehkan dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan. Ditegaskan al-Baghawi dan al-Jazairi, mereka adalah orang-orang kafir, yang ketika mendengarkan ayat-ayat Allah SWT menertawakannya dan main-main.

Di samping itu, mereka juga: Wa gharrathum al-hayât al-dun-yâ (dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia). Menurut al-Alusi, kehidupan dunia telah menipu dan membuat mereka tamak hingga mereka mengingkari hari kebangkitan dan menganggap tidak ada kehidupan setelah kehidupan dunia; dan mereka menertawakan ayat-ayat Allah SWT. Dikatakan al-Quthubi, mereka tidak mengetahui kecuali yang tampak dari kehidupan dunia. Menurut al-Syaukani, mereka lebih mengutamakan dunia dari akhirat, dan mengingkari hari kebangkitan. Dan mereka mengatakan sebagaimana disitir Allah SWT dalam firman-Nya: Kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi (TQS al-Muminun [23]: 37).

Sikap yang diperintahkan kepada Rasulullah SAW dan umatnya dalam menghadapi mereka adalah tinggalkan mereka! Dijelaskan Fakhruddin al-Razi, yang dimaksud dengan meninggalkan mereka adalah berpaling dari mereka dan tidak menjalin persahabatan dengan mereka. Bukan meninggalkan dalam hal pemberian peringatan. Sebab, memberikan peringatan diperintahkan dalam kalimat selanjutnya: Wa dzakkir bihi an tubsala nafs[un] bimâ kasabat (peringatkanlah [mereka] dengan Alquran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri).

Menurut al-Thabari, Ibnu Katsir, al-Sa’di, dan lain-lain, ayat ini berarti: Peringatkanlah mereka  dengan Alquran. Mereka diperingatkan agar tidak terjerumus ke dalam neraka akibat perbuatan yang dilakukan. Perintah memberikan peringatan dengan Alquran juga disebutkan dalam firman-Nya: Maka beri peringatanlah dengan Alquran orang yang takut kepada ancaman-Ku (TQS Qaf [50]: 45). Bisa juga diingat dengan hari perhitungan, sebagaimana dikatakan al-Syaukani.

Selain meninggalkan mereka, umat Islam juga dilaranag menjadikan mereka sebagai pemimpin. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik) (TQS al-maidah [5]: 57).

Hukuman
Setelah memerintahkan Rasulullah SAW dan umatnya berpaling dan memberikan peringatan kepada mereka, kemudian Allah SWT mengancam mereka dengan firman-Nya: Laysa lahâ min dûnil-Lâh waliyy[un] wa lâ syafî’ (tidak akan ada baginya pelindung dan tidak [pula] pemberi syafa`at selain daripada Allah). Pengertian waliyy di sini adalah nâshir (penolong, pelindung).Sedangkan syafî’ adalah yang mencegah dari azab. Demikian menurut al-Zuhaili dalam tafsirnya, al-Munîr. Sehingga, sebagaimana diterangkan al-Samarqandi, ketika terjatuh dalam azab, maka jiwa tersebut tidak memiliki pelindung yang melindungnya dari azab, dan tidak memiliki pemberi syafaat yang memberikan syafaat kepadanya. Ini sebagaimana firman Allah SWT:Sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat (TQS al-Baqarah [2]: 254).

Ditegaskan pula: Wa in ta’dil kulla ‘ad-l lâ yu’khadzu minhâ (dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya). Menurut al-Syaukani, pengertian al-‘ad-l adalah al-fidyah (tebusan). Sehingga ayat ini menegaskan bahwa sekalipun mereka menebus dengan segala tebusan, maka tebusan itu tidak akan  diterima hingga dapat menyelamatkan mereka dari azab. Ini sebagaimana firman Allah SWT: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu (TQS Ali Imran [3]: 91).

Kemudian Allah SWT memberitakan balasan yang akan mereka terima di akhirat dengan firman-Nya: Ulâika  al-ladzîna ubsilu bimâ kasabû (mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri). Mereka telah menjerumuskan diri mereka ke dalam neraka. Ditegaskan bahwa azab harus diterima karena ulah perbuatan mereka sendiri. Kata al-ibsâl berarti seseorang menjerumuskan dirinya kepada kehancuran.  Demikian penjelasan al-Syaukani.

Kemudian digambarkan sebagian azab yang menimpa mereka: Lahum syarâb min hamîm (bagi mereka [disediakan] minuman dari air yang sedang mendidih). Hamîm adalah air panas yang telah mencapai puncaknya. Itulah minuman yang harus minum. Minuman itu tidak menghilangkan rasa dahaga. Sebaliknya, justru semakin membuat mereka makin menderita. Tentang dahsyatnya siksa minuman tersebut, Allah SWT berfirman: Dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya? (TQS Muhammad [47]: 15). Air mendidih itu bukan hanya diminumkan kepada mereka, namun juga disiramkan ke kepala mereka. Allah SWT berfirman: Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka (TQS al-Hajj [22]: 19).

Ayat ini ditutup dengan firman-Nya: Wa ‘adzâb alîm bimâ kânû yakfurûn (dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu). Ditegaskan lagi bahwa azab pedih yang harus mereka terima akibat kekafiran yang mereka lakukan. Ancaman kepada mereka juga disebutkan dalam firman-Nya: Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya (air dan makanan) itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka”. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami (TQS al-A’raf [7]: 50-51).

Demikianlah sikap yang harus dilakukan terhadap orang-orang yang menjadikan Islam sebagai bahan ejekan dan olok-olokan. Mereka harus ditinggalkan dalam pergaulan kehidupan. Juga tidak diperbolehkan dijadiksan sebagai pemimpin. Yang diperintahkan dilakukan terhadap mereka adalah memberikan peringatan. Apabila mereka tetap bersikeras dengan sikapnya, maka siksa dahsyat yang bakal mereka terima di akhirat kelak. Tidak ada seorang pun yang bisa menolong dan melindunginya. Juga tidak ada seorang pun yang bisa memberikan syafaat. Maka mereka harus menderita sepanjang masa. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

Ikhtisar:
1.    Sikap terhadap orang-orang yang menjadikan Islam sebagai bahan ejekan dan olok-olokan adalah meninggalkan mereka dan memberikan peringatan dengan Alquran
2.    Orang-orang yang menjadikan Alquran sebagai bahan ejekan dan olok-olokan berarti telah menjerumuskan diri mereka ke dalam neraka


Q.S AN-NISAA’:36
واعبدوا الله ولا تشركوا به شيءا وبالولدين احسنا وبذي القربي واليتمي والمسكين والجار ذي القربي والجار الجنب والصاحب بالجنب وابن السبيل وما ملكت ايمنكم ان الله لا يحب من كان مختالا فخورا
Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”
Penjelasan:

Ibnu sabil di sini diartikan orang yang keputusan belanja di dalam perjalanan, anak-anak yang tidak diketahui ibu-bapaknya, orang-orang yang mengembara untuk keperluan Islam dan Muslimin.

Dalam ayat 36 tersebut diatas, Allah menjelaskan kewajiban-kewajiban bagi seorang Muslim yang secara garis besarnya ada tiga macam. Ketiga macam kewajiban tersebut adalah :
1.    Kewajiban kepada Allah, yaitu menyembah dan tidak mempersekutukannya.
2.    Berbuat baik kepada kedua orang tua
3.    Berbuat baik kepada masyarakat, yaitu kepada keluarga dekat, tetangga dekat dan jauh, kepada orang yang berada dalam perjalanan, dan berbuat baik kepada orang-orang yang berada di bawah tanggungannya.

Dari ayat ini jelas bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak hanya berkewajiban menyembah Allah SWT, akan tetapi ia juga harus memiliki sifat peduli terhadap masyarakat di sekitarnya, sehingga boleh dikatakan bahwa ibadah seseorang tidak akan sempurna bila tidak dibarengi dengan kepedulian terhadap keadaan masyarakat sekitarnya. Sebab kalau dilihat dari segi bahasa, rangkaian perintah tadi menggunakan kata sambung wa ( artinya=dan).

Maksudnya, kalau perintah menyembah Allah itu wajib maka berbuat baik kepada orang tua, kerabat, anak yatim dan sebagainya juga wajib.

Ayat itu diakhiri dengan :

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”.

Karena orang yang sombong senantiasa meremehkan semua hak orang-orang lain, memandang orang lain rendah dan hina. Sifat angkuh dan sombong jelas akan menjauhkan seseorang dari masyarakat dan tidak disenangi oleh masyarakat, sehingga akhirnya hubungan harmonis antar sesama manusia menjadi sirna. Bila hubungan antar manusia tidak lagi berjalan dengan harmonis maka hilanglah salah satu sifat manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat sombong sangat dibenci oleh Allah SWT.

Q.S HUUD:117-119
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ (١١٧)وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ (١١٨)إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (١١٩) 
Artinya:
117. dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.
118. Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat,
119. kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.

Penjelasan:
117) Pada ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa, Dia tidak akan membinasakan suatu negeri jika penduduk negeri itu masih suka berbuat kebaikan, tidak mengadakan kelaliman seperti mengurangi timbangan sebagaimana halnya kaum Nabi Syuaib a.s., tidak melakukan perbuatan liwat (homoseksual) seperti halnya kaum Nabi Lut a.s., tidak patuh kepada pimpinannya yang kejam dan bengis seperti halnya kaum Firaun, dan kejahatan lain, karena yang demikian adalah suatu kelaliman. Allah swt. mustahil menyuruh melakukan yang demikian itu. Firman Allah swt.

118) Pada ayat ini, Allah swt. menjelaskan bahwa kalau Dia menghendaki, maka manusia menjadi umat yang satu dalam beragama sesuai dengan fitrah asal kejadiannya, tidak mempunyai ikhtiar sehingga samalah mereka itu seperti semut dan lebah di dalam hidup bermasyarakat dan seperti malaikat di dalam hidup kerohanian yang diciptakan hanya untuk taat kepada Allah, berakidah yang benar, dan tidak akan berbuat curang dan khianat. Tetapi Allah swt. menjadikan manusia itu mempunyai usaha berbuat dengan ikhtiar tanpa ada paksaan dan dijadikan berbeda-beda tentang kemampuan dan pengetahuannya. Sekalipun pada mulanya manusia itu merupakan umat yang satu tidak terdapat perselisihan di antara mereka, tetapi setelah mereka berkembang biak, timbullah keperluan dan keinginan yang berbeda-beda maka timbul pulalah perbedaan dan perselisihan yang tak habis-habisnya sebagaimana firman Allah swt.

119) Di samping manusia yang asyik berselisih, tidak saja berselisih tentang agama yang dianut oleh masing-masing kaum seperti agama Yahudi, Nasrani, Majusi, Musyrik, dan Islam, tetapi juga penganut dari satu agama senantiasa berselisih, kecuali orang-orang yang mendapat rahmat dari Allah, diberi taufik dan hidayah. Mereka itu bersatu dan selalu mengusahakan persatuan agar manusia taat kepada peraturan dan ketentuan Allah swt., mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Demikian kehendak Allah swt. mengenai kejadian manusia. Ada yang mendapat rahmat, taufik dan hidayah dari Allah swt., maka tetaplah mereka bersatu dan menggalang persatuan dan mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang bahagia yang akan menjadi penghuni surga. Ada pula yang tak putus-putusnya dan termasuklah mereka dalam golongan orang-orang yang celaka yang menjadi penghuni neraka. Anas bin Malik pernah berkata: "Manusia itu diciptakan sebagiannya berada di surga dan sebagian yang lain berada di neraka Sa'ir. Oleh karena itu Allah swt. mengakhiri ayat ini dengan satu ketegasan bahwa telah menjadi ketentuan-Nya akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia yang selalu berbuat jahat dan dosa di muka bumi ini.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Setelah memahami dari artikel tersebut yang sudah dibaca dan dipahami maka akan muncul kesimpulan, yaitu dari artikel Manusia dan Tanggung Jawab.

Tanggung jawab kita sebagai manusia itu bermacam-macam mulai dari beribadah kepada Tuhan, sampai Kalifatullahi atau sebagai seorang pemimpin.

Maka dari itu kita sebagai manusia makhluk yang sempurna harus bersikap tanggung jawab dibidang apapun atau diprofesi apapun yang kita jalani agar semua yang kita lakukan mendapat Ridho dari Tuhan yang Maha Esa.

Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya dan atas kepentingan pihak lain. Timbulnya sikap tanggung jawab karena manusia itu hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam.

Tanggung jawab merupakan sesuatu yang mendampingi hak asasi manusia sejak lahir.dapat kita lihat tanggung jawab mengandung 2 unsur kata yaitu menangggung dan menjawab .menanggung sendiri yaitu memikul sesuatu baik nyata ataupun tidak sedangkan menjawab adalah sesuatu hasil yang mutlak dari sebuah reaksi manusia dalam merespon sesuatu disekitarnya.dapat diartikan tanggung jawab adalah sesuatu yang ditanggung dan harus dilakukan oleh manusia bauk terlihat maupun tidak terlihat.tanggung jawab sendiri erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia maka dari itu diperlukan sebuah tekad untuk melaksanakan sebuah tanggung jawab.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Tampilkan Komentar
Sembunyikan Komentar

0 Response to "Pembahasan Lengkap Tentang Tanggung Jawab Dalam Masyarakat Menurut Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel


Like this blog? Keep us running by whitelisting this blog in your ad blocker.

This is how to whitelisting this blog in your ad blocker.

Thank you!

×