Pembahasan Lengkap Tentang Munasabah dalam Penafsiran Al-Qur'an
Thursday, January 5, 2017
Add Comment
Secara etimologi, kata munasabah sering dipakai dalam tiga pengertian. Kata ini dipakai dengan makna musyakalah atau muqarabah (dekat). Kata munasabah juga diartikan dengan al-nasîb (kerabat atau sanak keluarga). Dan kata munasabah digunakan dengan term al-munâsabah fil-'illah fî bâbil-qiyâs, berarti sifat-sifat yang menyerupai bagi suatu hukum.
Dalam pengertian terminologis munasabah adalah sebagai berikut :
a. Ibnu ‘Arabiy
Koherensi/ hubungan ayat-ayat Al Quran antara suatu bagian dengan lainnya, sehingga bagaikan satu kalimat yang maknanya harmonis dan strukturnya yang rapi.
b. Az-Zarkasyiy
Merupakan usaha pemikiran manusia untuk menggali rahasia hubungan antar ayat atau surat yang dapat diterima oleh akal.
Keterkaitan antar ayat tersebut kadang secara khusus atau umum, baik secara rasional ('aqly), indrawi (hissiy) ataupun imajenatif (khayâliy)”. Hal ini bisa pula diperoleh selain cara yang demikian asalkan kedua unsur tadi (antara ayat atau surah) bisa dihubungkan secara logis pada konteks yang jelas.
2. Bentuk-Bentuk dan Contoh Munasabah Al Qur’an
Menurut Quraish Shihab, paling tidak, ada enam tempat munâsabah yang bisa ditemukan dalam Al Quran, yakni pada:
a. Hubungan kata demi kata dalam satu ayat
Munasabah ini terjadi karena antara bagian-bagian al-Qur’an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat berdiri sendiri, baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Hal tersebut baru tampak ada hubungan yang ditandai dengan huruf ‘athaf, sebagai contoh, terdapat dalam surat al-Ghosyiyah (88) : 17-20,
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, 18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan? 19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? 20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Tampaknya tidak ada relevansinya dan perpaduan pikiran pada ayat tersebut. Sebab tampaknya, meninggikan langit terpisah dari menciptakan unta. Menegakkan gunung terpisah dari meninggikan langit dan menghamparkan bumi terputus dari menegakkan gunung. Tetapi Al Zarkasyi telah menunjukkan ada munasabah antara ayat-ayat itu, dengan menyatakan, bagi masyarakat Arab badui yang masih hidup primitif pada waktu turun Al Qur’an, binatang unta adalah sangat vital untuk kehidupan mereka. Unta-unta itu sudah tentu perlu makan dan minum. Sedang untuk keperluan makan dan minum unta itu memerlukan air. Itulah sebabnya mereka selalu memandang ke langit untuk mengharapkan hujan turun. Mereka juga memerlukan tempat yang aman untuk berlindung. Tempat itu tidak lain adalah gunung-gunung. Kemudian mereka selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk kelangsungan hidupnya, sebab mereka tidak bisa lama tinggal di satu tempat. Maka apabila seorang Badui melepas khayalnya, maka gambaran-gambaran di atas akan terlihat di depannya, sesuai dengan urutan ayat-ayat itu.
b. Hubungan antara kandungan ayat dengan fashilah (penutup ayat)
Dalam satu surat terdapat korelasi antara awal surat dan akhirannya. Misalnya, dalam surat al-Qashash dimulai dengan kisah nabi Musa dan Fir’aun serta kroni-kroninya, sedangkan penutup surat tersebut menggambarkan pernyataan Allah agar umat Islam jangan menjadi penolong bagi orang-orang kafir, sebab Allah lebih mengetahui tentang hidayah.
c. Hubungan ayat dengan ayat berikutnya
Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat. Contoh dalam masalah ini misalnya dalam surat Al Mu’minun, ayat 1 yang berbunyi “qad aflaha al-mu’minun” lalu di bagian akhir surat tersebut berbunyi “innahu la yuflihu al-kafirun”. Ayat pertama menginformasikan keberuntungan dalam orang-orang mu’min, sedangkan ayat kedua tentang ketidakberuntungan orang-orang kafir.
Munasabah antar ayat ini juga dijumpai dalam contoh pada QS. Al Baqarah (2) : 45
terdapat kata Al Khasyiin yang kemudian di jelaskan pada ayat berikutnya yang memberi informasi tentang maksud dari kata Al Khasyiin tersebut :
45. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', 46. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
d. Hubungan mukaddimah satu surat dengan surat berikutnya
Misalnya antara surat Al Fatihah dan surat Al Baqarah. Dimana dalam surat Al Fatihah berisi tema global tentang aqidah, muamalah, kisah, janji, dan ancaman. Sedangkan dalam surat Al Baqarah menjadikan penjelas yang lebih rinci dari isi surat Al Fatihah.
e. Hubungan penutup satu surat dengan mukaddimah surat berikutnya
Misalnya permulaan surat Al Hadid ayat 1 dengan penutupan surat Al Waqi’ah ayat 96 memiliki relevansi yang jelas, yakni keserasian dan hubungan dengan tasbih.
96. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.
1. semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
f. Hubungan kandungan surat dengan surat berikutnya
Al Qur’an sebagai satu kesatuan yang bagian-bagian strukturnya terkait secara integral. Pembahasan tentang munâsabah antar surat dimulai dengan memposisikan surat Al Fatihah sebagai Ummul Kitab (induk Al Qur’an), sehingga penempatan surat tersebut sebagai surat pembuka (Al Fâtihah) adalah sesuai dengan posisinya yang merangkum keseluruhan isi al-Qur’an. Penerapan munâsabah antar surat bagi surat Al Fâtihah dengan surat sesudahnya atau bahkan keseluruhan surat dalam Al Qur’an menjadi kajian paling awal dalam pembahasan tentang masalah ini.
Surat Al Fâtihah menjadi ummul Kitab, sebab di dalamnya terkandung masalah tauhid, peringatan dan hukum-hukum, yang dari masalah pokok itu berkembang sistem ajaran Islam yang sempurna melalui penjelasan ayat-ayat dalam surat-surat setelah surat Al Fâtihah. Ayat 1-3 surat Al Fâtihah mengandung isi tentang tauhid, pujian hanya untuk Allah karena Dia-lah penguasa alam semesta dan Hari Akhir, yang penjelasan rincinya dapat dijumpai secara tersebar di berbagai surat Al Qur’an. Salah satunya adalah surat Al Ikhlas yang konon dikatakan sepadan dengan sepertiga al-Qur’an. Ayat 5 surat Al Fâtihah (Ihdina ash-shirâtha al-mustaqîm) mendapatkan menjelasan lebih rinci tentang apa itu jalan yang lurus di permulaan surat Al Baqarah (Alim, Lam, Mim. Dzalika al-kitabu la raiba fih, hudan li al-muttaqin). Atas dasar itu dapat disimpulkan bahwa teks dalam surat Al Fâtihah dan teks dalam surat Al Baqarah berkesesuaian (munâsabah).
Contoh lain dari munasabah antar surat adalah tampak dari munasabah antara surat Al Baqarah dengan surat Ali Imran. Keduanya menggambarkan hubungan antara dalil dengan keragu-raguan akan dalil. Maksudnya, surat Al Baqarah merupakan surat yang mengajukan dalil mengenai hukum”, karena surat ini memuat kaidah-kaidah agama, sementara surat ali Imran “sebagai jawaban atas keragu-raguan para musuh Islam.
0 Response to "Pembahasan Lengkap Tentang Munasabah dalam Penafsiran Al-Qur'an"
Post a Comment