Safelink

Hukum Tentang Takaran dan Timbangan dalam Pembahasan Ilmu Tafsir dan Hadits

Contoh Kasus

Yaitu pada Pom Bensin, yang dimana petugas pada pom bensin tersebut melakukan kecurangan dengan menyetel argo agar mereka mendapatkan keuntungan dan minyak yg di isi tidak sesuai yang kita mau.

Kejadiannya sekitar 2 bulan lalu saya dan bunda saya isi bahan bakar di salah satu spbu,sengaja saya tidak sebutkan nama dan lokasi spbu tersebut takutnya dikira pencemaran nama baik. Kebetulan saat itu yg bawa mobil bunda saya jadi saya duduk di kursi samping,bunda saya langsung ngasih duit 100rb ke petugasnya.

Saya tidak turun dari mobil memang, tapi saya perhatikan argo di mesin pengisiannya, saat argo mendekati angka 80rb tiba-tiba angkanya loncat langsung ke angka 100rb bunda saya tidak nyadar tentang kejadian itu, tapi spontan saya langsung protes;

“bang itu kok argonya langsung loncat dari 80rb ke angka 100rb?"

si petugasnya langsung bilang gini “udah 100rb kok dek"

trus bunda saya minta struknya,setelah keluar struk baru keliatan di struk tertulis Rp.80.075

lalu petugasnya ngembaliin uang 20rb sambil bilang mukanya gugup

“ohh maaf dek mungkin mesinnya lagi rusak"

selang 3 mnggu saya bawa motor matic isi bensin di salah satu spbu, saya tidak publikasikan nama spbu dan lokasinya.

isi bensin 10rb, saya perhatiin argonya, terulang lagi kejadian di spbu 2 bulan lalu, dari angka 8rb langsung loncat ke 10rb, kali ini saya diem tidak protes karna saya pikir cuman duit 2rb ini lagian di belakang yg antri banyak.

Takaran dan Timbangan



a.    Dalil mengurangi takaran

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ﴿١﴾الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ﴿٢﴾وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ﴿٣﴾أَلَا يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ﴿٤﴾لِيَوْمٍ عَظِيمٍ﴿٥﴾يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
   
Artinya : “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang  yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu yakin sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besa, yaitu hari ketika manusia berdiri mengahadap Rabb semesta alam.(Qs. Al-mutafifin/83 : 1-6)”

QS Asy Syu'ara : 181-183

الْمُخْسِرِينَ مِنَ كُونُواﺗ وَلَا لْكَيْلَ أ أَوْفُوا

ايمِلْمُسْتَقِ بِالْقِسْطَاسِ وَزِنُوا

(٣٨١)مُفْسِدِينَ الْأَرْضِ فِي تَعْثَوْا وَلَا أَشْيَاءَهُمْ النَّاسَ تَبْخَسُوا وَلَا

Artinya : “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”

QS  Al Israa' : 35

(٣٥) تَأْوِيلًا وَأَحْسَنُ خَيْرٌ ذَلِكَ الْمُسْتَقِيمِ بِالْقِسْطَاسِ وَزِنُوا كِلْتُمْ إِذَ الْكَيْلَ وَأَوْفُوا

Artinya : “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan  neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

Artinya : “Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka”.

Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa memenuhi takaran dan timbangan lebih utama dan lebih baik manfaat. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya : “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya [al-Isrâ`/17:35].

Dalam ayat lain, perintah menyempurnakan takaran mengiringi perintah beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Sebab, pelaksanaan dua hal tersebut berarti memberikan hak kepada pemiliknya yang tepat, tanpa ada pengurangan.

“Orang yang menyalahi ketentuan yang adil ini berarti telah menjerumuskan dirinya sendiri dalam ancaman kebinasaan. Dan sampai sekarang, praktek ini masih menjadi karakter sebagian orang yang melakukan jual-beli, baik pedagang maupun pembeli. Dengan mendesak, pembeli meminta takaran dan timbangan dipenuhi, dan ditambahi. Sementara sebagian pedagang melakukan hal sebaliknya, melakukan segala tipu muslihat untuk mengurangi takaran dan timbangan guna meraup keuntungan lebih dari kecurangannya ini.

b.    Definisi Takaran dan Timbangan
1.    Definisi Takaran adalah alat yang digunakan untuk menakar. Dalam aktifitas bisnis,  takaran (al-kail) biasanya dipakai untuk mengukur satuan dasar ukuran isi barang cair,  makanan dan berbagai keperluan lainnya. Kata lain yang sering juga dipakai untuk fungsi yang sama adalah literan. Sedangkan timbangan (al-wazn) dipakai untuk mengukur satuan berat. Takaran dan timbangan adalah dua macam alat ukur yang diberikan perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam perspektif ekonomi syariah.

Penetapan takaran dan timbangan ini adalah atas dasar keadilan Islam yang harus ditegakkan. Karena definisi adil akan berbeda antara satu dengan lain bila hanya mengikuti hawa nafsu. Adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran, dan sepatutnya tidak sewenang-wenang. Hal ini sejalan dengan prinsip kejujuran untuk mewujudkan keadilan, sesuai perintah Allah SWT untuk menyempurnakan takaran dan timbangan. Dalam Al-Isra 17:35, Allah SWT memerintahkan “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Dan memberikan ancaman untuk pelaku yang curang didalam menimbang atau menakar, karena didorong hawa nafsu dalam mengambil keuntungan.

Seberapa jauh berkembangnya alat ukur yang dipergunakan untuk menakar dan menimbang sesuai dengan perkembangan teknologi,  namun semangatnya tidak boleh berubah ancaman yang sangat berat terhadap orang-orang yang “bermain-main” dengan takaran dan timbangan. Dalam Q.s al-Muthaffifin 83: 1-6 dinyatakan, “ Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.”

Segala macam bentuk kecurangan tentunya akan menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan. Oleh karena itu, Rasulullah mengingatkan lima perbuatan yang akan mengkibatkan terjadinya lima macam sanksi dalam kehidupan. (khamsun bi khamsin).  Pertama, mereka yang tidak menepati janji akan dikuasai oleh musuh mereka; kedua,  orang yang menghukum tidak sesuai dengan hukum Allah akan ditimpa kemiskinan; ketiga masyarakat yang telah bergelimang dengan perbuatan keji (al-fahisyah) akan menderita kematian; keempat mereka yang senantiasa berlaku curang dalam takaran akan mengalami krisis ekonomi dan kegagalan dalam pertanian;  kelima orang yang  tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kemarau panjang.


c.    Hukum Berkaitan dengan Takaran dan Timbangan

Firman Allah SWT. Q.S. Al-Mutaffifin 1-6 yang artinya :

”Neraka Waiyl bagi orang-orang yang curang dalam jual beli, yaitu orang-orang yang bila menerima dari orang lain, meminta penuh ukuran timbangan. Dan apabila ia menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah mereka merasa (mengira) bahwa mereka kelak akan dibangkitkan pada hari yang sangat hebat (besar) yaitu pada hari ketika manusia menghadap pada Tuhan semesta alam” (Q.S. Al-Mutaffifin 1-6).
 
Hukum mengurangi timbangan (sukatan) termasuk dalam kategori dosa besar, sama halnya dengan orang-orang yang melalaikan shalatnya, dan akan menyeret pelakunya kedalam neraka Waiyl (fawailul lil mushallin). Sebelum kita bercerita tentang neraka Waiyl, mari sama-sama kita perhatikan tentang perihal sekurang-kurang azab neraka yang diungkapkan Rasulullah yang artinya ”Perihal sekurang-kurang azab neraka dihari kiamat Allah pekatkan kepada mereka (penghuni neraka ) sandal yang dua tali sandal tersebut terbuat dari bara api neraka (Na’lani minannar) begitu ia pakaikan sandal tersebut maka mendidihlah seluruh otaknya dan keluarlah seluruh isi perutnya, bagaikan menndidihnya air di periuk, kemudian Allah gantikan lagi kulit dengan yang lainnya, supaya (agar) mereka menerima azab Allah yang tiada putus-putusnya (Liyazuqul azab)” (HR. Muslim).

Hadits ini menceritakan tentang seringan-ringan azab, tak seorangpun sanggup menahannya bagaimana lagi dengan adzabi lasyadid (azab yang sangat pedih). Kalau pembaca pernah memperhatikan pabrik besi ketika besi baja masuk ke dalam kuali tidak lama besi itupun mendidih, cair kemudian dicetak menjadi besi yang lainnya sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, sedangkan jasad kita yang tidak sekeras besi baja karena kita diciptakan Allah dari 4 (empat) unsur yaitu Air, Api, Angin dan Tanah.

Wailun siksa yang berat, yaitu suatu lembah jahannam yang sekiranya bukit-bukit dimasukkan kedalamnya pasti cair karena sangat panasnya. Menghadap kepada Allah Hakim yang Maha Adil, Maha Bijaksana (Alkamil Hakimi) yaitu bangkit dari kubur dalam keadaan telanjang bulat, tetapi semua manusia dalam keadaan nafsi-nafsi (sibuk dengan keadaan sendiri).

Assayyid berkata : sebab turunnya ayat ini, ketika Nabi Muhammad SAW telah hijrah ke Madinah, di sana ada seseorang yang bernama Abu Juhainah yang mempunyai dua alat timbangan untuk membeli dan menjual, yang untuk membeli menguntungkan dirinya, dan untuk menjual merugikan pembelinya, sehingga turunlah ayat ini.

Lebih lanjut Ibnu Abbas r.a (Radhyallahu anhu) berkata : Rasulullah SWT telah memperingatkan pada orang-orang yang jual beli dengan takaran, timbangan kamu telah mempergunakan dua macam, yang mana umat yang dahulu telah binasa karena dua macam yakni ummat yang curang dalam timbangan (HR Tarmizi).

Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah SAW datang kepada kami dan beliau bersabda : Hai sahabat muhajirin, ada lima macam, jika kamu diuji dengan itu dan lebih dahulu aku berlindung kepada Allah semoga kamu tidak mendapatkannya :

1. Tidak menjalani pelacur (tuna susila) pada suatu kaum sehingga dilegalisir (terang-terangan) melainkan akan menjalar kepada mereka Waba’ tha’un dan berbagai yang tidak pernah terjadi pada nenek mereka dahulu.
2. Dan tidak mengurangi takaran timbangan, melainkan terkena bala’ kahat (laip) kurangnya hasil bumi, dan berat penghidupan sehari-hari (krisis ekonomi) dan kekejaman penguasa (pemimpin yang zhalim).
3. Dan tidak menahan (enggan membayar zakat), kewajiban zakat harta, melainkan akan tertahannya hujan turun dari langit sehingga andaikan tidak ada ternak, niscaya tidak akan turun hujan sama sekali.
4. Tidak menyalahi janji Allah dan Rasulullah (tidak taat kepada Allah dan Rasul) melainkan akan didatangkan kepada mereka penjajah dari lain golongan sehingga merampas sebahagian milik mereka.
5. Dan tidak menghukum para Imam (pemimpin) mereka dengan kitab Allah, dan memilih dari apa yang ada dari kitab Allah SWT (yakni yang ringan dipakai, yang berat ditinggalkan) melainkan Allah akan menjadikan mereka kebinasaan mereka timbul diantara mereka sendiri (HR. Ibnu Majah dan Al Hakim).

Ikrimah berkata : saya bersaksi bahwa tiap-tiap tukang timbang itu dalam neraka lalu orang menegur padanya : anakmu juga tukang timbang. Lalu ia berkata : persaksikanlah bahwa dia dalam neraka (kalau tidak jujur).

Dalam keterangan lain Rasul SAW (yaqulu) bersabda : ”Orang-orang yang jujur dalam timbangan dia masuk surga bersama dengan Rasulullah, Shiddiqni dan orang-orang shalih”.

Sayyidina Ali r.a berkata : jangan meminta hajat kebutuhanmu dari orang-orang yang rizqinya diujung takaran dan timbangan.

Hukamak berkata : sungguh celakalah orang-orang yang menjual habbah (biji-bijian) dengan mengurangi takaran, melainkan Allah mengurangi nikmat surga yang luasnya seluas langit dan bumi, atau membeli habbah (biji-bijian) dengan menambahnya melainkan Allah menambahkan lubang dalam neraka, yang sekiranya bukit-bukit di dunia ini dimasukkan pasti akan cair karena panasnya neraka.

Al-syafi’ie dari Malik bin Dinar berkata kepada keluarganya ”Apakah kelakuannya dahulu?” jawab mereka : dia mempunyai dua buah timbangan untuk membeli dan menjual, maka saya minta keduanya lalu saya hancurkan keduanya, kemudian saya bertanya kepadanya : ”bagaimankah keadaanmu kini?” jawabnya : ”belum berkurang, bahkan bertambah sukar, sehingga ia mati dalam keadaan sakit itu”. Dalam hikayat yang lain disebutkan ketika seorang menghadiri orang yang sedang maza’a akan mati maka diajarkan padanya supaya membaca kalimat tayyibah ”La ilaha illallah” tiba-tiba orang itu berkata : ”saya tidak bisa membacanya karena jarum timbangan (takaran) mengganjal dilidahku” lalu ia ditanyai : ”tidakkah anda dahulu menepati timbangan?” jawabnya : ”benar, tetapi kemungkinan ada kotoran yang tidak saya bersihkan sehingga merugikan hak orang lain dengan tidak terasa”.

Sebagai penutup mari kita perhatikan beberapa pesan moral yang disampaikan oleh Rasulullah agar dalam hal jual beli, sama-sama jujur, terbuka, ikhlas dan berlapang dada; Jabir r.a berkata : ”Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya Allah akan merahmati orang-orang yang lapang dada jika menjual, jika membeli, jika menagih hutang” (HR Bukhari). ”Allah telah mengampuni dosa orang yang dahulu sebelum kamu karena ia berlapang dada jika menjual, jika membeli, jika menagih hutang” (HR Ahmad dan Tarmizi).

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Tampilkan Komentar
Sembunyikan Komentar

0 Response to "Hukum Tentang Takaran dan Timbangan dalam Pembahasan Ilmu Tafsir dan Hadits"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel


Like this blog? Keep us running by whitelisting this blog in your ad blocker.

This is how to whitelisting this blog in your ad blocker.

Thank you!

×