Safelink

Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh Periode Pembinaan/Penyempurnaan ( 5-6 H )

Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh Periode Pembinaan/Penyempurnaan ( 5-6 H )

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya lah sehingga makalan ilmu fiqh ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah ilmu fiqh, lebih tepatnya mengenai sejarah perkembangan ilmu fiqh. Didalam makalah ini dibahas mengenai sejarah perkembangan ilmu fiqh khususnya pada periode pembinaan/penyempurnaan yang meliputi penulisan dan pembukuan ilmu fiqh, pesatnya gerakan ijtihad dan berbagai hal lainnya yang berhubungan dengan sejarah perkembangan ilmu fiqh pada periode pembinaan/penyempurnaan. Tujuan makalah ini dibuat adalah sebagai bahan diskusi pada mata kuliah ilmu fiqh.

Kami berterimah kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas, dan digunakan sebagaimana mestinya. Dan kami pun menyadari ‘’tak ada gading yang tak retak’’ dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan-kerungan, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik/saran dari ibu dosen dan teman-teman sekalian guna membantu penyempurnaan makalah ini.

Sekian, Terimah kasih


Kelompok  3



Daftar Isi


Kata pengantar ……………………………………. 1

Daftar isi ……………………………………. 2

Bab 1

Pendahuluan
a. Latar belakang ……………………………………. 3
b. Tujuan penulisan ……………………………………. 3
c. Permasalahan ……………………………………. 3

Bab II

Pembahasan
a. Penulisan dan pembukuan …………… 4
b. Pesatnya gerakan ijtihad …………… 5
c. Kemajuan ilmu fiqh …………… 6
d. Tokoh-tokoh yang terkenal …………… 7
Bab III

Penutup

Kesimpulan …………………………………... 9


Daftar pustaka …………………………………... 10


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, ushul fiqih tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah sahabat.

Berbicara mengenai perkembangan ilmu fiqh tentu tidak dapat dilepaskan dengan tahap-tahap atau periode-periode yang ada didalamnya. Para ahli membagi sejarah perkembangan ilmu fiqh kepada beberapa periode yaitu, periode pertumbuhan, periode sahabat, periode pembinaan/penyempurnaan, periode kemunduran dan yang terakhir periode pembangunan kembali. Khususnya pada periode penyempurnaan atau disebut juga periode pembinaan fiqh islam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pada masa ini penulisan dan pembukuan hokum islam mulai dilakukan.

Untuk lebih lanjutnya kami akan menguaikan sedikit mengenai sejarah perkembangan ilmu fiqh pada periode penyempurnaan/pembinaan yang meliputi kemajuan ilmu fiqh, pesatnya gerakan ijtihad serta berbagai hal lain menyangkut periode penyempurnaan/pembinaan.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuanpenulisan makalah ini yaitu dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ilmu fiqh oleh bapak DR. MOH IBNU SULAIMAN S, M.A serta juga mengharapkan kiranya makalah ini dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa-I mengenai sejarah perkembangan ilmu fiqh khususnya pada periode penyempurnaan/pembinaan, menjadikannya sebagai bekal referensi, dan poin yang paling penting dari tujuan penulisan makalah ini adalah untuk bisa menambah wawasan dan pengetahuan kami sebagai penulis.

C. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam menyusun makalah ini, maka dengan berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut diatas penulis menganggap penting untuk membuat rumusan masalah antara lain :
a) Penulisan dan pembukuan
b) Pesatnya gerakan ijtihad
c) Kemajuan ilmu fiqh
d) Tokoh-tokoh yang terkenal

BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh Periode Pembinaan/Penyempurnaan ( 5-6 H )

Periode ini berlangsung pembinaan hukum islam dilakukan pada masa pemerintahan khalifah “Umayyah” (662-750) dan khalifah “Abbasiyah” (750-1258). Di masa inilah, Lahir para ahli hukum Islam yang menemukan dan merumuskan garis-garis hukum fikih Islam serta muncul berbagai teori hukum Islam yang masih digunakan sampai sekarang.

A. Penulisan dan pembukuan ushul fikih
Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih slanjutnya.

Kitab-kitab ushul fiqih yang ditulis pada zaman ini, disamping mencerminkan adanya kitab ushul fiqih bagi masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya alioran ushul fiqih, yakni aliran hanafiah yang dikenal dengan alira fuqoha, dan aliran Mutakalimin

Salah satu yang mendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqih adalah perkembangan wilayah Islam yang semakin luas, sehingga tidak jarang menyebabkan timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya. Untuk itu, para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum.

Dengan disusunnya kaidah-kaidah syar’iyah dan kaidah-kaidah lughawiyah dalam berijtihad pada abad II Hijriyah, maka telah terwujudlah Ilmu Ushul Fiqh.Dikatakan oleh Ibnu Nadim bahwa ulama yang pertama kali menyusun kitab Ilmu Ushul Fiqh ialah Imam Abu Yusuf -murid Imam Abu Hanifah- akan tetapi kitab tersebut tidak sampai kepada kita.

Diterangkan oleh Abdul Wahhab Khallaf, bahwa ulama yang pertama kali membukukan kaidah-kaidah Ilmu Ushul Fiqh dengan disertai alasan-alasannya adalah Muhammad bin Idris asy-Syafi’iy (150-204 H) dalam sebuah kitab yang diberi nama Ar-Risalah. Dan kitab tersebut adalah kitab dalam bidang Ilmu Ushul Fiqh yang pertama sampai kepada kita. Oleh karena itu terkenal di kalangan para ulama, bahwa beliau adalah pencipta Ilmu Ushul Fiqh.

Pada periode ini, metode penggalian hokum juga bertambah banyak, baik corak maupun ragamnya. Dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat hukum dan teknis penerapannya. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah dalam memutuskan perkara membatasi ijtihadnya dengan menggunakan al-Quran, Hadis, fatwa-fatwa sahabat yang telah disepakati dan berijtihad dengan menggunakan penalarannya sendiri, seperti istihsan. Abu Hanifah tidak mau menggunakan fatwa ulama pada zamannya. Sebab ia berpandangan bahwa mereka sederajat dengan dirinya. Imam Maliki –setelah al-Quran dan Hadis- lebih banyak menggunakan amal (tradisi) ahli madinah dalam memutuskan hukum, dan maslahah-mursalah.

Pada periode inilah ilmu Ushul Fiqih dibukukan. Ulama pertama yang merintis pembukuan ilmu ini adalah Imam Syafi’i, ilmuan berkebangsaan Quraish. Ia memulai menyusun metode-metode penggalian hukum Islam, sumber-sumbernya serta petunjuk-petunjuk Ushul Fiqih. Dalam penyu-sunannya ini, Imam Syafi’i bermodalkan peninggalan hukum-hukum fiqih yang diwariskan oleh generasi pendahulunya, di samping juga rekaman hasil diskusi antara berbagai aliran fiqih yang bermacam-macam,             

Sebenarnya,jauh sebelum dibukukannya ushul fiqih, ulama-ulama terdahulu telah membuat teori-teori ushul yang dipegang oleh para pengikutnya masing-masing. tak heran jika pengikut para ulama tersebut mengklaim bahwa gurunyalah yang pertama menyusun kaidah-kaidah ushul fiqih.

Kalau dikembalikan pada sejarah, yang pertama berbicara tentang ushul fiqih sebelum dibukukannya adalah para sahabat dan tabi’in. Hal ini tidak diperselisihkan lagi. Namun yang diperselisihkan adalah orang yang mula-mula mengarang kitab ushul fiqih sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang bersifat umum dan mencakup segala aspeknya. Untuk itu kita perlu mengetahui terlebih dahulu teori-teori penulisan dalam ilmu ushul fiqih. Secara garis besar ada dua teori penulisan yang dikenal yakni.

Pertama, merumuskan kaidah-kaidah fiqiyah bagi setiap bab dalam bab fiqih dan menganalisisnya serta mengaplikasikan masalah furu’ atas kaidah-kaidah tersebut. Teori inilah yang ditempuh oleh golongan Hanafi dan merekalah yang merintisnya.

Kedua, merumuskan kaidah-kaidah yang dapat menolong seorang mujtahit dan meng-istinbat hukum dari sumber hukum syar’i, tanpa terikat oleh pendapat seorang faqih atau suatu pemahaman yang sejalan dengannya maupun yang bertentangan. Cara inilah yang ditempuh Al-Qur’an-syafi’i dalam kitabnya ar-risalah, suatu kitab yang tersusun secara sempurna dalam bidang ilmu ushul dan independen. Kitab seperti ini belum ada sebelumya, menurut ijma’ ulama dan catatan sejarah (sulaiman:64).(3)

B. Pesatnya Gerakan Ijtihad
Di antara factor yang menyebabkan pesatnya gerakan ijtihad pada masa ini adalah karena meluasnya daerah kekuasaan Islam, mulai dari perbatasan Tiongkok di sebelah Timur sampai ke Andalusia (Spanyol), sebelah barat.

Sudah barang tentu, perluasan daerah dari suatu Negara akan berdampak semakin luas pada jumlah dan bobot persoalan yang dihadapi, baik menyangkut social politik ketatanegaraan maupun hal-hal yang perlu disesuaikan oleh pemimpin dan para ulamanya. Mereka, terutama ulam-ulama, dituntut untuk berfatwa dalam menghadapi persoalan-persoalan hokum yang frekuensinya selalu bertambah dari masa ke masa. Keadaan ini menantang mereka untuk menafsirkan ayat-ayat Al Quran atau hadis-hadis nabi berdasarkan penalaran ilmiah yang intens ( ijtihad ).

 Dan, kondisi seperti ini pulalah anatra lain yang menyebabkan lahirlahnya pemikir-pemikir besar dengan berbagai karya besarnya, seperti Imam Abu Hanifiah dengan salah seorang muridnya yang terkenal Abu Yusuf(Penyusun kitab ilmu ushul fiqh yang pertama), Imam Malik dengan kitab al-Muwatha’, Imam Syafe’I dengan kitabnya al-Umm atau al-Risalat, Imam Ahmad dengan kitabnya Musnad, dan beberapa nama lainnya beserta karya tulis dan murid-muridnya masing-masing.

C. Kemajuan dalam Ilmu Fikih
kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi perkembanangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam tak lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti Cairo, Bukhara, Ghaznah, dan Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan, raja-raja penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan peradaban.

Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu ushul fiqih yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya, antara lain Al-Baqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-Baghdadi, Abu Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri, Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani, Abu Humaid Al Ghazali dan lain-lain. Mereka adalah pelopor keilmuan Islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak ada bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman , itulah sebabnya pada zaman itu, generasi Islam pada kemudian hri senantiasa menunjukan minatnya pada produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi sumber pemikiran.
Pada masa ini fiqih islam mengalami kemajuan pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum islam dilakukan secara intensif, baik berupa penulisan hadis-hadis nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir Al-Qur’an, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.

Tercapainya kemajuan ini berkat perhatian begitu besar terhadap ilmu fikih khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya. Khalifah Abasiah  Harun Al-Rasyid (786 M-809 M) dan Khalifah Al-Makmum (813 M-833 M), tercatat sebagai khalifah yang memiliki kontribusi besar bagi munculnya ilmuan besar dg berbagai bidang ilmunya. Diantara factor lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada periode ini adalah sebagai berikut:

1. Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu fiqh khususnya.
2. Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi ilmiah diantara para ulama.
3. Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-Qur’an (pada masa khalifah rasyidin), hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang dirintis Ibnu Abbas (w.68H) dan muridnya Mujahid(w104H) dan kitab-kitab lainnya.

D. Tokoh-tokoh yang Terkenal

Pada periode inilah muncul para mujtahid yang sampai sekarang masih berpengaruh dan pendapatnya diikuti oleh umat Islam diberbagai belahan dunia. Mereka itu diantaranya adalah:

1.      Imam Abu Hanifah (Al-Nukman ibn Tsabit) : 700-767 M
Ia lahir di Kufah pada tahun 80 H dan wafat di Bagdad pada tahun 150 H. Sebagaimana ulama yang lain, Abu Hanifah memiliki banyak halangan untuk berdiskusi berbagai ilmu agama. Semula materi yang sering di diskusikan adalah tentang ilmu kalam yang meliputi al-Qada dan Qadar. Kemudian ia pindah ke materi-materi fiqh Al-Khatib al-Bagdadi menuturkan bahwa Abu Hanifah tadinya selalu berdiskusi tentang ilmu kalam.

Sebagaimana ulama lain, sumber syariat bagi Abu Hanifah adalah Al-Qur’an dan Al-Snnah, akan tetapi ia tidak mudah menerima hadiah yang diterimanya. Lahannya menerima hadis yang diriwayatkan oleh jama’ah dari jama’ah, atau hadist yang disepakati oleh fuqaha di suatu negeri dan diamalkan; atau hadist ahad yang diriwayatkan dari sahabat dalam jumlah yang banyak (tetapi tidak mutawatir) yang di pertentangkan. [9]

Abu Hanifah dikenal sebagai imam ahlul al-ra’yu, dalam menghadapi nas al-Qur’an dan al-Sunnah. Maka ia dikenal sebagai ahli di bidang ta’lil al-ahkam dan qiyas.

2.      Malik Bin Anas: 713-795 M
Ia lahir pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H. Malik  bin Anas tinggal di Madinah dan tidak pernah kemana-mana kecuali beribadah Haji ke Mekkah. Imam Malik menempatkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama, kemudian al hadist sedapat mungkin hadist yang mutawatir atau masyhur.

3.      Muhammad Idris Al-Syafi’i: 767-820 M
Ia lahir di Ghazah atai Asqalan pada tahun 150 H. Ia berguru kepada Imam Malik di Madinah. Kesetiannya kepada Imam Malik ditunjukkan dengan nyantri di tempat sang guru hingga sang guru wafat pada tahun 179 H. Imam Syafi’i pernah juga berguru kepada murid-murid Abu Hanifah. Ia tinggal di Bagdad selama dua tahun, kemudian kembali ke Mekkah. Akan tetapi tidak lama kemudian ia kembali ke Irak pada tahun 198 H, dan berkelana ke Mesir.

Dalam pengembaraannya, ia kemudian memahami corak pemikiran ahl al-ra’yu dan ahl al-Hadis. Ia berpendapat bahwa tidak seluruh metode ahl al-ra’yu baik diambil sama halnya tidak seluruh metode ahl al-Hadis harus diambil. Akan tetapi menurutnya tidak baik pula meninggalkan seluruh metode berpikir mereka masing-masing. Dengan demikian Imam Syafi’i tidak fanatik terhadap salah satu mazhab, bahkan berusaha menempatkan diri sebagai penegah antara kedua metode berpikir yang ekstrim. Ia berpendapat bahwa qiyas merupakan metode yang tepat untuk menjawab masalah yang tidak manshus. [10] Menurut Imam Syafi’i tata urutan sumber Hukum Islam adalah:
1)    Al Qur’an dan Al-Sunnah
2)   Bila tidak ada dalam Al Qur’an dan Al Sunnah, ia berpindah ke Ijma lalu Qiyas.

4.      Ahmad Bin Hambal (Hanbal): 781-855 M
Ia lahir di Bagdad pada tahun 164 H. Ia tinggal di Bagdad sampai akhir hayatnya yakni tahun 231 H. Negeri-negeri yang pernah ia kunjungi untuk belajar antara lain adalah Basrah, Mekkah, Madinah, Syam dan Yaman. Ia pernah berguru kepada Imam Syafi’i di Bagdad dan menjadi murid Imam Syafi’i yang terpenting, bahkan ia menjadi mujtahid sendiri.

Menurut Imam Ahmad, sumber hukum pertama adalah Al-Nushush, yaitu Al Qur’an dan Al Hadist yang marfu. Apabila persoalan hukum sudah didapat dalam nas-nas tersebut, ia tidak beranjak ke sumber lain, tidak pula menggunakan “metode ijtihad”. Apabila terdapat perbedaan pendapat di antara para sahabat, maka Imam akan memilih pendapat yang paling dekat dengan Al Qur’an dan Al Sunnah.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari makalah ini dapat kita tarik kesimpulan:
Sejarah perkembangan ilmu fiqh pada masa penyempurnaan/pembinaan fiqih islam mengalami kemajuan pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum islam dilakukan secara intensif, baik berupa penulisan hadis-hadis nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir Al-Qur’an, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.

Di antara factor yang menyebabkan pesatnya gerakan ijtihad pada masa ini adalah karena meluasnya daerah kekuasaan Islam, mulai dari perbatasan Tiongkok di sebelah Timur sampai ke Andalusia (Spanyol), sebelah barat.

Tercapainya kemajuan yang pesat pada masa ini berkat perhatian begitu besar terhadap ilmu fikih khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya. Khalifah Abasiah  Harun Al-Rasyid (786 M-809 M) dan Khalifah Al-Makmum (813 M-833 M), tercatat sebagai khalifah yang memiliki kontribusi besar bagi munculnya ilmuan besar dg berbagai bidang ilmunya.


DAFTAR PUSTAKA

H. Alaiddin Koto, Ilmu Fikih dan Ushul Fikih,  Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004
Syafi’I,Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,2007,bandung
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), 1971.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Tampilkan Komentar
Sembunyikan Komentar

0 Response to "Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh Periode Pembinaan/Penyempurnaan ( 5-6 H )"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel


Like this blog? Keep us running by whitelisting this blog in your ad blocker.

This is how to whitelisting this blog in your ad blocker.

Thank you!

×